Menanti Keputusan MKD Terkait Kasus Setya Novanto

Hari ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan kembali menggelar rapat mengenai kasus yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Kasus ini menyita perhatian publik karena MKD terkesan menunda-nunda.

"Besok (hari ini) agenda rapat adalah menentukan agenda rapat siapa-siapa yang akan dipanggil untuk diperiksa. Termasuk penjadwalan pemeriksaan," kata anggota MKD dari Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding yang dihubungi merdeka.com, Minggu (29/11).

Sementara anggota MKD dari Fraksi Partai NasDem Akbar Faizal mengungkapkan, dalam kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dalam perpanjangan kontrak Freeport, ada banyak pihak yang perlu diklarifikasi. Siapa saja mereka, hal itu yang akan diputuskan oleh MKD dalam rapat internal hari ini.

"Sudirman Said sebagai pengadu, Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, termasuk Luhut Panjaitan," kata Akbar kepada wartawan, Minggu (29/11).

Selain itu, nama lain yang juga disebut dalam rekaman seperti Darmawan Prasodjo (Darmo) yang merupakan anak buah Luhut saat menjadi kepala staf kepresidenan. Termasuk pengusaha Riza Chalid yang hadir dalam pertemuan yang direkam itu.

Kasus pencatutan nama presiden ini telah membuat MKD berada dalam tekanan hebat. Sejumlah fraksi mengganti anggotanya di MKD. Guntur Sasongko dari Fraksi Demokrat menggantikan Fandi Utomo. Kemudian Akbar Faizal menggantikan Fadholi dari Fraksi NasDem.

Dua anggota lain yang diganti adalah dari Fraksi PAN. Yaitu Sukiman menggantikan Hang Ali Saputra Syah Pahan, dan A Bakrie yang menggantikan Ahmad Riski Sadiq.

Fraksi PDIP memperkuat anggotanya dengan memasukkan Henri Yosodiningrat menggantikan M Prakokas.

Sedangkan Golkar mengganti Wakil Ketua MKD Hardi Susilo digantikan oleh Kahar Muzakir. Kemudian Budi Supriyanto digantikan Adies Kadir dan Dadang S Muchtar digantikan oleh Ridwan Bae.

Pengamat Politik dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menduga keberadaan anggota MKD baru dari Golkar itu adalah untuk mem-back up Setnov. Riset kecil-kecilan pernah dibuatnya dengan melihat pernyataan orang baru MKD itu, yang memang terkesan kuat membela Setnov.

Menurutnya, kubu Setya Novanto pasti akan melakukan berbagai macam cara menghindarkan proses di MKD yang bisa membuat posisi ketua DPR itu terjepit. Termasuk mencegah kemungkinan pembentukan panel MKD.

"Karena kalau panel MKD dibentuk, akan lebih sulit lagi dikontrol Novanto. Sebab akan ada kehadiran tokoh-tokoh dari luar. Makanya Golkar menyiapkan jangkar dengan mendudukkan orang-orang yang bisa menguntungkan Novanto, melepaskan dia dari sanksi terberat yang bisa saja dia terima," jelas Lucius, Sabtu (28/11).

Sementara itu, desakan dari kalangan luar agar Setya Novanto segera mundur dari jabatannya sebagai ketua DPR kembali disuarakan. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Bongkar Mafia Parlemen mengungkap 10 alasan yang membuat Setnov harus mundur.

Ray Rangkuti, aktivis yang juga pemerhati politik mengungkap alasan-alasan itu. Pertama, Setya Novanto tidak memiliki prestasi selama satu tahun memimpin DPR. Kedua, adanya kontroversi pembangunan gedung DPR yang menelan Rp 7 triliun rupiah. Ketiga, adanya kontroversi karpet merah khusus untuk pimpinan DPR.

"Adanya karpet merah khusus pimpinan DPR. Apaan ini? feodal sekali" ujar Ray dalam jumpa pers di Kedai Kopi Deli, Sarinah Jakarta Pusat, Minggu (29/11).

Keempat, adanya kontroversi pamdal pada pengamanan pernikahan anak Setya Novanto. Kelima, kontroversi surat tagih ke Pertamina, keenam kabar lobi pengadaan alutsista ke Jepang. Ketujuh adanya sanksi dari MKD soal kedatangan Setya Novanto pada konferensi pers Donald Trump.

Ke delapan, adanya anggota DPR yang lebih sering terlihat di televisi seperti Eko Patrio dan Desi Ratnasari. Kesembilan adanya Pasal berat dengan ancaman pemecatan dari kasus Freeport, dan kesepuluh adalah Setya Novanto yang telah mencapai rekor, karena dianggap satu-satunya pimpinan DPR yang dua kali melakukan sidang etik.

Halaman Berikutnya:

0 Response to "Menanti Keputusan MKD Terkait Kasus Setya Novanto"

Post a Comment