Apakah Jokowi Berani Putus Kontrak Freeport?

Freeport akhir-akhir ini jadi pembicaraan panas setelah nama Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Panjaitan disebut-sebut oleh orang diduga Ketua DPR Setya Novanto akan mendapat saham dari PT Freeport.

Mata publik pun ramai tertuju pada perusahaan asal Amerika Serikat pengeruk emas di tanah Papua itu. Sebab, kontrak Freeport bakal habis pada 2021 mendatang.

Luhut Panjaitan mengatakan, Presiden Jokowi telah menegaskan empat syarat pada Freeport untuk memperpanjang kontrak.

"Presiden selalu katakan, smelter harus jadi, local content harus ada, divestasi harus ada dan pemberdayaan masyarakat harus jalan," kata Luhut di Kantornya, Jakarta, Kamis (19/11).

Jika empat syarat tersebut tidak dipenuhi, maka pada 2021 pemerintah siap mengambil alih tambang emas Grasberg yang selama ini dikelola PT Freeport Indonesia. Menurutnya, pemerintah sudah menyiapkan perusahaan nasional yang bakal mengelola tambang jika kontrak Freeport benar-benar tak diperpanjang.

"Kami malah mengusulkan kita buat Freeport seperti Mahakam, jadi milik negara dan dikelola Pertamina yang cari partner siapa saja. Bisa saja Freeport milik Indonesia kalau kontraknya sudah habis," kata dia.

Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menilai, Indonesia akan mendapatkan 'durian runtuh' jika kontrak PT Freeport Indonesia tak diperpanjang. Sebab cadangan emas di lokasi tambang Freeport mencapai 16 juta kilogram (kg). Sementara, cadangan devisa emas yang dimiliki Bank Indonesia hanya 100.000 kg.

"Bayangin kalau setengahnya saja kita masukin ke dalam cadangan devisa BI, rupiah menguat ke berapa? Bisa menguat ke Rp 2.000 per USD," katanya, Rabu (18/11).

Lantas akankah pemerintah berani memutus kontrak Freeport?

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengaku pesimis hal itu akan terjadi. Sebab, yang berbicara soal wacana pemutusan kontrak adalah Menko Polhukam Luhut Panjaitan, bukan Presiden Jokowi.

"Karena ini bukan ranahnya Luhut. Ini (ranahnya) SS (Menteri ESDM Sudirman Said) dan RR (Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli). Kenapa Jokowi diam saja?" katanya kepada merdeka.com melalui sambungan telepon, kemarin malam.

Menurutnya, harus jelas siapa yang selama ini melakukan renegosiasi dengan Freeport. Dia juga menegaskan berani tidaknya pemerintah memutus kontrak Freeport tergantung kepada nyali Presiden.

"Kalau kayak gini enggak jelas pemerintahannya siapa. Kalau mau yang bicara ya Presiden. Kalau Luhut kan Menko Polhukam. Soal berani enggak berani ya tergantung ke presiden. Kalau Luhut kan bukan Presiden," katanya.

Dari pemberitaan sejumlah media, dia mengaku menangkap lebih kepada tak ada negosiasi untuk memperbaiki kontrak hingga tahun 2019 atau dua tahun sebelum kontrak habis pada 2021.

"Artinya enggak melanjutkan yang direnegosiasikan sebelumnya, padahal Menteri ESDM Sudirman Said melalui surat 7 Oktober perpanjangan kontrak melalui renegosiasi. Lalu Luhut tahu-tahu bicara seperti itu. Nanti Freeport bingung ngomong sama siapa," katanya.

"Kita harus punya aturan yang jelas soal negara cara bermainnya seperti apa. Siapa yang berhak melakukan negosiasi. Ke asing kan harus jelas. Konsistensi, lalu ujung tombak negosiasi sama siapa. Kalau mau konsisten sama penanggungjawab ya di Kementerian ESDM itu yang ikut negosiasi dengan Jokowi saat James Moffett (CEO Freeport) ke Istana," tandasnya.

Halaman Berikutnya:

0 Response to "Apakah Jokowi Berani Putus Kontrak Freeport?"

Post a Comment