Menurut Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian, Bahrun merupakan otak pengeboman di kawasan Thamrin. Dia menjelaskan jika Bahrun merupakan orang kuat dalam kelompok teroris Indonesia.
"Dia (Bahrun Naim) ada hubungan dengan kelompok ISIS yang lain, yaitu kelompoknya Santoso," ujar Tito.
Dalam sebuah keterangan diperoleh merdeka.com, ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan bom terjadi di Sarinah. Keterangan dengan tulisan berbahasa Indonesia itu mengirimkan pesan jika mereka sukses melakukan teror di Jakarta setelah sebelumnya menanam bom di lokasi kejadian.
"Unit Junud Khilafah di Indonesia menyerbu dengan ledakan bom ditanam sebelumnya bersamaan dengan empat Kesatria Junud Khilafah," demikian keterangan tersebut berlogo Islamic State Indonesia.
Dalam catatan yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), aliran dana dari Australia buat mendanai aksi terorisme di Indonesia. Bahkan, PPATK mensinyalir senjata api dan bom rakitan yang digunakan meneror Jakarta pekan lalu itu berasal dari Filipina, yang dibeli dari kiriman duit seseorang dari Negeri Kanguru itu.
Dari penelusuran dilakukan PPATK diketahui ada aliran dana dari warga negara asing (WNA) asal Australia berinisial L. Menurut Kepala PPATK, Muhammad Yusuf, L mempunyai istri warga Indonesia asal Nusa Tenggara, serta kerap mengirim uang dalam jumlah besar ke rekening pribadi istrinya di Indonesia.
"Dari penyelidikan kami, istri dari WNA Australia itu juga memberikan uang transferan tersebut ke seseorang berinisial H. Dan ketika dikoordinasikan dengan pihak Densus 88 Mabes Polri, ternyata diketahui kalau H ini, mengirim uang ke pemasok senjata di Filipina," kata Yusuf usai memberi pembekalan penyidik Polda Jawa Timur, di Mapolda Jawa Timur, Rabu (20/1).
Sebelum teror bom di Thamrin meletus, akhir tahun lalu PPATK telah memantau aliran dana dari Australia ke Indonesia yang mencurigakan. Uang senilai 500 ribu Dollar Australia (setara Rp 7 miliar) ditransfer beberapa kali, kemungkinan besar digunakan jaringan militan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) untuk mengirim WNI ke Suriah. Temuan PPATK itu sudah dilaporkan kepada Detasemen Khusus Antiteror 88, karena data-data konkret semakin mengerucut.
"Tentu Densus 88 perlu melakukan verifikasi terhadap temuan ini dan bisa bekerja sama dengan otoritas di Australia," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di Jakarta.
Sedangkan saat diwawancarai Stasiun Televisi ABC bulan lalu, Agus menyatakan tersangka yang mengirim uang dari Australia adalah perempuan asal Jawa berstatus WNI. Dia disokong suaminya warga kulit putih setempat. Semua rekening yang mengirim uang atas nama perempuan itu.
PPATK mendapat laporan pertama kali transaksi mencurigakan ini dari rekan mereka, Pusat Analisis Transaksi Australia (INTRAC). Dana mencurigakan itu rutin dikirim sejak 2012. Sebagian uang belum dicairkan, masih mengendap di perbankan Tanah Air. "Uang ini ditransfer ke 10 rekening berbeda," kata Agus.
Nama pengirim maupun penerima itulah yang akan diserahkan PPATK kepada Densus 88. INTRAC, bersama Kepolisian Australia, kini terus memantau pasangan suami istri yang rajin mengirim uang ke Indonesia itu. Detail nama ataupun alamat mereka tidak diungkap ke media, karena penyelidikan masih berlangsung.
Sementara itu, Yusuf menambahkan, kelemahan mencolok pada sistem pengamanan di Indonesia menjadi faktor dana asing mudah masuk ke tanah air. Kelemahan itu berada di daerah-daerah yang tidak memiliki kantor kepabeanan. Sehingga, barang-barang ilegal, termasuk senjata, bisa bebas masuk ke Tanah Air.
"Tidak mungkin senjata datang sendiri, pasti itu didatangkan dengan cara ilegal. Dan yang mempunyai wewenang adalah pihak Bea dan Cukai. Sementara tidak semua daerah di Indonesia ini memiliki Bea dan Cukai," ucap Yusuf.
Dengan alasan inilah, Yusuf ingin memberi wacana baru ke Menkopolhukam terkait revisi Undang-Undang (UU) Kepabeanan. Jadi bukan hanya UU Teroris saja yang diusulkan untuk direvisi. Yusuf juga menyarankan, penyidik Polri harus ikut dilibatkan dalam urusan kepabeanan, karena minimnya keberadaan Bea dan Cukai, khususnya di daerah-daerah terpencil.
"Kami melihat dengan kekuatan personel Bea dan Cukai yang masih terbatas, pengetahuan terbatas, dan kemampuan terbatas bisa ditangani Polri. Semua ini karena polisi memiliki tenaga banyak, sumber daya yang besar, dan pengalaman penyidikan yang bagus," tutup Yusuf.
ISIS menarik simpati cukup banyak warga Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Polri, setidaknya 428 WNI berangkat ke Suriah atau Irak, melalui Turki, tanpa alasan jelas. Sebanyak 54 di antaranya tewas di Suriah dan 59 orang lainnya masih bersama ISIS.
Adapun pada pertengahan November 2015, 106 WNI pulang dari Suriah. Status mereka mayoritas pelajar yang tertahan tak bisa pulang kampung akibat perang tiga tahun terakhir. Namun, pemerintah melakukan pemeriksaan karena dikhawatirkan sebagian dari mereka punya jaringan kelompok teror.
Halaman Berikutnya:
0 Response to "Peran Asing Di Balik Serangan Teroris Jalan Thamrin"
Post a Comment