Partai Golkar salah satu partai yang paling banyak kadernya terjerat kasus korupsi sejak era reformasi. Baik di tingkat pusat maupun daerah, politisi-politisi partai berlogo pohon beringin satu per satu masuk penjara di polisi, kejaksaan maupun KPK.
Ketua DPP Partai Golkar Firman Soebagyo punya penilaian sendiri soal maraknya politisi yang kerap mencuri duit rakyat. Menurut dia, salah satu faktor korupsi terjadi adalah biaya ekonomi tinggi dan rakyat yang semakin pragmatis ketika pemilu. Karena itu, politisi butuh banyak dana untuk bisa menang di pemilu.
"Yang menimbulkan dampak ekonomi atau biaya ekonomi tinggi karena melihat masyarakat yang sudah sangat pragmatis ini dan masyarakat yang sangat transaksional ini akhirnya mereka memilih orang itu bukan atas dasar integritas dan kapasitas orang, memilih orang bukan atas dasar ketokohan yang baik tapi atas dasar siapa memberi apa. Oleh karena itu berbicara tentang korupsi itu ya sebab akibat," kata Firman saat berbincang di ruang pimpinan Baleg DPR, kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (18/11).
Firman menjelaskan, biaya politik yang tinggi di pemilu membuat para calon legislatif maupun kepala daerah main mata dengan para pengusaha. Dengan demikian, terjadilah praktik transaksional dan suap di proyek-proyek pemerintahan karena ingin mengembalikan dana itu atau merealisasikan komitmen awal antara caleg dan pengusaha saat pemilu lalu.
"Ketika seseorang berlaga menjadi calon bupati atau walikota/gubernur dengan biaya yang tinggi otomatis dia akan mengembalikan investasinya itu. Nah siapa yang menjadi investornya ya tentu kolusi dengan para pelaku usaha yang selama ini mungkin membiayai dengan kompensasi-kompensasi terhadap proyek-proyek tertentu. Nah dengan proyek tertentu itu kan ada KKN. Itu memang efek domino dengan sistem yang ada saat ini," terang dia.
"Oleh karena itu, ini yang perlu dikaji ulang adalah UU Pemilu. Apakah dengan sistem seperti ini sudah dianggap cukup baik, akan kita biarkan atau kita perbaiki. Ini sudah ada beberapa pakar yang mengajukan revisi UU Pemilu kepala daerah ini dan akan disempurnakan lalu kita konferensi kan secara umum," jelas dia.
Firman yakin jika tidak ada perubahan sistem dalam UU Pemilu maka korupsi akan semakin marak terjadi ke depan. Jalan satu-satunya menurut dia, adalah dengan memperkuat lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan, Polisi, KPK yang sejalan bersama memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
"Zaman Pak Harto kan dulu enggak ada kepala daerah yang korupsi. Karena kepala daerah itu ditentukan. Apakah Indonesia itu akan tetap menggunakan sistem seperti ini dengan konsekuensinya adalah korupsi tadi atau kita kembali seperti sistem zaman Pak Harto dulu ditetapkan olehnya. Tapi dengan konstelasi politik sekarang ini rasa-rasanya sulit karena ketika gubernur akan menentukan seperti Pemerintah pusat menentukan kepala daerah kan sistem pemilu sekarang kan mulai suara terbanyak. Jadi gak bisa. Jadi mau gak mau ya kita carikan alternatif yang terbaik bagaimana meminimalisir kemungkinan terjadi korupsi. Jadi masalah penegakan hukum ini menjadi penting. Oleh Karena itu UU Tipikor ini harus kita tetap dipertahankan namun posisi antar lembaga hukum ini harus bekerja sama," pungkasnya.
Halaman Berikutnya:
0 Response to "Modal Politik Selangit, Penyebab Korupsi Marak Di Kalangan Politisi"
Post a Comment